Home Budaya Keindahan Desa Adat di Kaki Gunung Gede Pangrango

Keindahan Desa Adat di Kaki Gunung Gede Pangrango

KORDANEWS- Gunung Gede Pangrango punya pemandangan alam juara. Selain itu, liburan ke gunung ini traveler bisa main ke Kampung Ciptagelar yang masih menjaga adat istiadat.

Belum banyak yang tahu jika selama ini terdapat sebuah desa adat yang indah dengan potensi wisata yang menjanjikan, Kasepuhan Ciptagelar namanya. Lokasinya yang berada di selatan Jawa Barat ini berbatasan langsung dengan Provinsi Banten.

Kasepuhan Ciptagelar yang masuk dalam Kasepuhan Banten Kidul ini berada di dua daerah teritorial. Pusat dari ‘pemerintahan’ dan mayoritas masyarakat desa adat ini masuk wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Sebagian lainnya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Lebak, Banten.

Untuk menuju tempat ini diperlukan stamina ekstra. Lokasinya yang berada di daerah perbukitan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango membuat perjalanan terasa berat. Terlebih jalan yang masih alami ditambah turunan dan tanjakan yang curam dan licin membuat siapa pun harus ekstra waspada.

detikTravel beberapa waktu lalu datang ke tempat ini melalui jalur Kabupaten Sukabumi. Untuk menuju tempat ini diperlukan waktu sekira 7-8 jam perjalanan dari pusat kota. Dari pusat kota Sukabumi perjalanan dimulai menuju Pantai Pelabuhan Ratu dengan waktu 2-3 jam. Kemudian perjalanan mulai dari Kecamatan Cisolok sudah mulai menanjak dengan kondisi jalan cukup baik.

Memasuki daerah taman nasional, jalan mulai menyempit dan nampak sama sekali belum tersentuh tangan pemerintah. Jalan di tempat ini masih berupa bebatuan dengan jembatan yang terbuat dari kayu seadanya. Soal udara, sepanjang perjalanan akan terasa sejuk karena melewati hutan dengan pohon yang tinggi di sisi kanan dan kiri.

Kampung Ciptagelar di kaki Gunung Gede Pangrango (Tri Ispranoto/detikTravel)Kampung Ciptagelar di kaki Gunung Gede Pangrango (Tri Ispranoto/detikTravel)

Jalan yang masih alami tersebut membuat sebagian orang memanfaatkan sebagai jalur off road. Sepanjang jalan menuju lokasi, beberapa motor jenis trail dan mobil adventure hilir mudik. Meski kendaraan tersebut dirancang untuk jalur seperti ini namun masih banyak dari mereka yang menemui rintangan, tak jarang pengendara motor trail pun banyak yang terjatuh.

Sekira 3-4 jam perjalanan penuh rintang, kondisi hutan yang penuh pohon pun akan berubah dengan hamparan sawah yang menandakan telah memasuki wilayah kekuasaan Kasepuhan Ciptagelar. Sekira 1 KM berselang akan dengan mudah didapati pemukiman warga yang semuanya berbentu rumah panggung.

Di tempat ini wisatawan bisa menginap di pemukiman warga. Soal harga tak perlu khawatir karena warga di sini tidak mematok tarif dan menyerahkan itu pada orang yang akan menginap. Bahkan tanpa diminta pun warga akan secara otomatis memberikan makanan dan minum untuk tamu yang datang ke rumahnya, sesuai dengan sifat orang Sunda yang terkenal ramah.

Tak perlu repot-repot menyediakan power bank jika berniat ke tempat ini. Pasalnya seluruh warga sudah memiliki jaringan listrik sehingga dengan mudah bagi para tamu untuk mengisi daya telepon genggam atau kamera sebagai sarana dokumentasi. Untuk sinyal, hanya beberapa provider yang memiliki jaringan cukup kuat di tempat ini.

Pagi hari di tempat ini pun cukup mengesankan. Cuaca dingin yang merasuk tulang membuat sebagian orang harus membawa perlengkapan ekstra seperti jaket atau pun sarung. Jika bangun di waktu pagi, wisatawan pun bisa memanfaatkan momen saat matahari terbit secara perlahan dari balik perbukitan dengan pemandangan rumah panggung dan sawah.

Suasana jamuan makan dengan warga Ciptagelar (Tri Ispranoto/detikTravel)Suasana jamuan makan dengan warga Ciptagelar (Tri Ispranoto/detikTravel)

Memasuki waktu siang wisatawan tak perlu khawatir karena warga dengan keramahannya akan mengajak makan bersama dengan nasi yang dimasak secara tradisional atau biasa disebut sangu akeul. Nasi tersebut terasa nikmat karena berasal dari sawah sendiri dan beras yang dimakan sudah berumur cukup lama sehingga kadar gulanya menurun.

Setelah perut terisi, wisatawan bisa berjalan keliling desa melihat susunan rumah panggung yang tertata cukup rapi. Selain itu hamparan sawah dan aliran sungai yang sangat jernih pun membuat wisatawan akan betah berlama-lama di tempat ini.

Belum lengkap rasanya jika berada di Kasepuhan Ciptagelar tanpa berfoto dengan ribuan leuit atau lumbung padi milik masyarakat. Satu spot foto yang menjadi favorit adalah Leuit Si Jimat yang berada di samping ketua adat. Leuit ini berbeda karena sangat besar dan ada hiasan di bagian luarnya.

Sebelum pulang, kurang pas rasanya jika belum membawa buah tangan. Di beberapa sudut desa terdapat warga yang menjual aneka souvenir yang dibuat sendiri. Seperti berbagai perabot rumah tangga, kain, sarung, iket, pangsi, hingga kaos biasa. Namun yang spesial dan tak ditemui di mana pun adalah kopi khas Ciptagelar yang tercampur dengan gula aren.

Sayangnya potensi wisata yang besar itu kurang mendapat perhatian dari pemerintah, terutama dari segi informasi dan promosi. Sehingga Kasepuhan Ciptagelar hanya bisa dijangkau dan dinikmati oleh kalangan tertentu seperti para pecinta kendaraan adventure.

Puas berwisata, detikTravel pun pulang menggunakan jalur berbeda dari datang yakni melalui Kabupaten Lebak. Meski jalur yang dilalui sama-sama menantang, namun tak separah jika melalui Kabupaten Sukabumi. Pasalnya dibeberapa titik jalan sudah rata dan bahkan beraspal, juga jembatan-jembatan sudah dibuat permanen. Sehingga meski memutar namun waktu tempuh tak jauh berbeda bahkan lebih singkat jika melalui jalur ini.

Suasana Kampung Ciptagelar yang masih sangat alami (Tri Ispranoto/detikTravel)

 

 

 

 

 

 

editor  : ardi

sumber : detik.com

Tirto.ID
Loading...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here