Home Kriminal Etika Saksi Dan Kaitannya Dengan Contempt Of Court

Etika Saksi Dan Kaitannya Dengan Contempt Of Court

KORDANEWS- Pada saat melihat sebuah persidangan apa yang terfikirkan oleh kita sebelumnya? Apakah seorang hakim yang berwibawa, atau seorang jaksa yang gagah atau seorang advokat yang berani? Lalu bagaimana sikap tindak yang harus dilakukan ada saat persidangan, apakah harus besikap sopan atau pernah terlintas untuk membuat kegaduhan dalam persidangan? Jika iya, sebaiknya jangan pernah mencoba untuk melakukan hal tersebut karena itu merupakan tindakan Contempt of Court.
Contempt Of Court atau penghinaan terhadap peradilan sedang hangat dibicarakan dikalangan penegak hukum, hal ini menjadi sebuah fenomena dikarenakan seorang advokat yang melindungi kliennya tapi yang menjadi sorotan publik adalah si advokat dengan ‘lebaynya’ mendramatisir hal tersebut sehingga jalan pemeriksaan kliennya menjadi tertunda. Sehingga banyak pendapat beranggapan bahwa dengan adanya Contempt Of Court akan menghambat penegakan hukum. Pengertian Contempt Of Court sendiri diatur pertama kali didalam UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pada butir 4 alinea ke-4 yang berbunyi: “Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Contempt of Court. Bersamaan dengan introduksi terminologi itu sekaligus juga diberikan definisinya.”. adapun perbuatan-perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan Contempt of Court adalah:
a. Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court)
b. Tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders)
c. Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court)
d. Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice)
e. Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (Sub-Judice Rule)
Contempt of court atau COC ini lumrah dilakukan oleh para aktor persidangan seperti hakim, jaksa maupun advokat serta pengunjung sidang baik keluarga korban, keluarga terdakwa atau bahkan wartawan. Namun apakah pernah tepikir COC sendiri dapat saja dilakukan oleh seorang saksi ketika memberikan keterangan atau dari keengganan seseorang ketika diperintahkan untuk menjadi saksi disuatu persidangan. Sebelumnya pengertian saksi dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP yang menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Seperti yang juga kita ketahui bahwa menjadi seorang saksi itu tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan beberapa hal yang membuat kita merasa enggan untuk bersaksi, tentu saja kita sering mengasumsikan menjadi saksi itu harus melakukan hal yang merepotkan seperti harus disumpah, menjawab 1001 pertanyaan dari penyidik, belum lagi jika salah dalam menjawab, dan keselamatan diri yang tentunya ikut terancam.memang menjadi saksi tidak gampang, tapi tentu saja hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak menjadi seorang saksi. Karena apabila kita mangkir telah diatur dalam pasal 224 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.”
Hal ini dapat menjelaskan bahwa apabila seseorang dengan sengaja lari dari kewajibannya menjadi saksi juga termasuk kedalam COC.
Lalu apabila kita memenuhi perintah untuk menjadi saksi lantas melepaskan kita dari kemungkinan COC? Jawabannya tergantung dengan etika yang nantinya kita lakukan di dalam persidangan. Salah satunya perbuatan yang dapat membuat seorang saksi dikatakan melakukan COC adalah sumpah palsu. Dan tentunya diatur dalam pasal 242 ayat (1) KUHAP yang berbunyi barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sehingga apabila seorang saksi dapat dikatakan tidak melakukan COC tentunya harus melakukan hal-hal seperti yang disampaikan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai dan Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa. Yaitu:
1. luruskan iktikad bahwa kehadiran Anda sebagai saksi adalah untuk menjelaskan kebenaran yang Anda diketahui.
2. usahakanlah memahami sejak awal saksi situasi persidangan untuk mengetahui apa yang akan dihadapi di persidangan.
3. ceritakanlah atau sampaikanlah keterangan Anda dengan bahasa yang sederhana, tidak usah berbelit-belit.
4. jika Anda banyak tahu suatu peristiwa pidana, dan Anda merasakan ancaman, ingatlah bahwa Anda punya hak untuk dilindungi.
5. saksi tidak perlu ragu untuk menjawab ‘tidak tahu’ atas hal-hal yang memang dirinya tidak ketahui atau tidak yakin dari pertanyaan Penuntut Umum, Penasehat Hukum, atau Majelis Hakim.
Selain mengikuti saran diatas tentunya seorang saksi harus mengikuti etika-etika yang ada dalam persidangan, dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai perbuatan COC.

artikel : Rizka Pratami Nirasuanda

Editor : red

Tirto.ID
Loading...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here