PADA akhir Tahun 2019 dunia telah digemparkan dengan adanya Virus baru yang penyebaranya sangat cepat serta mematikan Virus tersebut bernama Covid-19 atau lebih dikenal dengan Virus Corona yang pertama kali muncul di daerah Whunan China dimana saat ini penyebarannya virus tersebut telah merambah hampir keseluruh benua tak terkecuali di indonesia dari data yang dihimpun dari kemenkes dan BNPB pertanggal 19 Aril 2020 Indonesia jumlah yang positif terpapar oleh Virus Covid-19 ini adalah 5.923 orang dan pasien yang sembuh berjumlah 607 orang serta pasien yang meninggal dunia berjumlah sebanyak 520 orang dimana angka penularan dan resiko kematian akibat Virus Civid-19 di indonesia merupakan yang tertinggi di asia Tenggara di bawah Filipina dan malaysia.
Belum lama ini guna memutus mata rantai penyebaran virus Covid 19 khususnya terhadap Narapidana dan Anak yang menghuni Rumah Tahanan Negara (RUTAN), Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kementerian Hukum dan Ham menerbitkan Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi dalam rangka Penanggulangan Penyebaran Covid-19 serta surat Keputusan Mentri Hukum dan Ham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 dimana dalam pembebasan Narapidana dan Anak yang menjalani masa hukuman harus memenuhi sejumlah persyaratan sebagaimana yang termuat di dalam Permenkumham dan Kepmenkumham tersebut seperti untuk narapidana telah menjalani 2/3 masa pidananya yang jatuh sampai 31 Desember 2020. Kemudian untuk anak telah menjalani ½ masa pidananya yang jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, Selain syarat tersebut Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 serta Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 juga mensyaratkan untuk Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dikecualikan untuk yang terkait dengan PP No.99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsider dan bukan warga negara asing.
Praktisi sekaligus pengamat hukum Djarot Indra Kurnia, SH., MH., CLA menilai kebijakan dan Keputusan yang di ambil oleh Kemenkumham guna memutus mata rantai penyebaran virus Covid 19 di Lembaga Pemasyarakatan dengan alasan over kapasitas di rasakan kurang tepat untuk di lakukan mengingat belum adanya data penujang maupun kajian lebih lanjut yang mendasari urgensi melepaskan Narapidana yang saat ini menghuni Rutan, Lapas maupun LPKA, ia menilai jangan sampai kebijakan dan keputusan tersebut menjadi pedang bermata dua yang justru akan merugikan banyak pihak dimana di satu sisi Kemekumham ingin mengurangi over kapasitas penghuni di Lapas guna menghindari penyebaran virus Covid-19 namun di sisi lain kebijakan yang di ambil justru akan dimanfaatkan baik oleh oknum yang tidak bertanggungjawab maupun Napi yang telah mendapatkan asimilasi namun kembali melakukan tindak pidana.
Sebagai contoh di surabaya pada tanggal 9 april 2020 dua ex Napi berinisial MB (25 tahun) dan Y (23 tahun) kembali diamankan oleh pihak berwajib karena melakukan kejahatan penjambretan di jalan darmo surabaya kemudian ada dua orang kurir Narkoba yang di amankan oleh BNN Provinsi bali dimana salah satunya I (29 tahun) merupakan resedivis yang baru saja keluar dari Lapas karena mendapatkan asimilasi selain yang terbaru ada pemuda berinisial A (25 tahun) warga jalan Blabak Kelurahan 2 Ilir Kecamatan IT II Palembang yang ditangkap oleh Polsek IT II Palembang karena Kasus Ranmor pada tanggal 12 April 2020, hal tersebut terjadi menurut djarot salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Pihak terkait setelah napi mendapatkan asimilasi serta tidak adanya program lanjutan mengenai setelah napi mendapatkan asimilasi seharusnya bisa saja napi yang mendapatkan asimilasi membuat masker dan sebagainya di rumah yang dapat menunjang dan membantu masyarakat di saat wabah Covid-19.
Belum reda mengenai kontroversi mengenai pembebasan Narapidana yang melakukan tindak pidanan umum dilapas Pemerintah dalam hal ini Kemnkumham pada tanggal 1 April 2020 kembali menuai kontrovesi baru dengan mengusulkan Perubahan PP No 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan Pemasyarakatan, dimana revisi PP tersebut yang syarat dengan agenda untuk melonggarkan dan melumpuhkan pemberantasan kejahatan ekstara ordinary crime terutama Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut dapat dilihat apabila revisi perbuahan PP No 99 tahun 2012 tersebut terealisasikan Napi Korupsi dapat menghirup udara bebas lebih cepat dengan syarat napi korupsi tersebut berusia diatas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa tahanan dan bila dikaitkan dengan data yang di himpun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) maka sederet nama napi koruptor seperti Setya Novanto, Jero Wacik, Siti Fadilah Supari, Oce Kaligis, dan Patrialis Abar akan mendapatkan kelonggaran dari revisi PP No 99 tahun 2012 tersebut, entah paradigma apa yang mendasari Kemnkumham dalam mengusulkan Perubahan PP tersebut di tengah Pendemi Covid-19 saat ini jika tujuan Pembebasan Napi koruptor tersebut di tengah pendemi Covid 19 selaras dengan di terbitkannya Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 dan surat Keputusan Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 dengan alasan kemanusiaan maka kita dapat membandingkan terlebih dahulu jumlah napi korupsi dengan Napi pidana umum dimana dari data Kemnkumham tahun 2018 jumlah Napi di indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang di antaranya adalah napi Korupsi, ini artinya hanya 1,8% dari total napi yang ada di lembaga pemasyarakatan.
Selain jumlah yang tidak terlalu signifikan tersebut napi Korupsi juga di tempatkan di sel yang cukup layak apabila di bandingkan dengan napi yang melakukan tindak pidana umum yang biasanya di satu sel bisa di tempati lebih dari 20 orang napi, belum lagi sering kali kita juga di pertontonkan baik media cetak maupun elektronik mengenai napi Korupsi yang mendapatkan fasilitas khusus di bandingkan napi lain yang ada di Lembaga Pemasyarakatan maka sudah barang tentu terkadang publik menjadi ragu apakah memang sudah tepat Pembebasan Narapidana dimasa Pendemi Covid-19 ini atau ada agenda terselubung dengan memanfaatkan momentum status bencana non alam yang di terapkan oleh pemerintah saat ini guna kepentingan segelintir elit politik .
Dengan adanya beberapa polemik yang terjadi di masyarakat atas pemberian asimilasi dimasa Pendemi Covid-19 terhadap Narapidana yang menghuni lembaga Pemasyarakatan Kedepan diharapkan Pemerintah Khususnya Kementerian Hukum dan Ham dalam mengambil dan mengimplementasikan Kebijakan dan Keputusan harus lebih selektif dan transparan dengan melibatkan peran serta berbagai elemen masyarakat untuk berperan aktif memberikan masukan dan pengwasan atas kebijakan yang diambil dan dijalankan jangan sampai itikad baik dari pemerintah Khususnya Kemenkumham justru berakibat makin tandasnya kepercayaan publik terhadap kinerja pemerntahan saat ini, pungkas Djarot.
Djarot Indra Kurnia, SH., MH., CLA
Penulis Merupakan Praktisi sekaligus pengamat hukum Djarot Indra Kurnia, SH., MH., CL
Editor : Chandra