KORDANEWS – Ratusan jemaah Masjid Sulthanan Nashiran Desa Tanjung Lubuk Kecamatan Indralaya Selatan Kabupaten Ogan Ilir, telah melaksanakan Salat Iduladha 1445 Hijriah, Minggu, 16 Juni 2024.
Ratusan jemaah Masjid Sulthanan Nashiran Kabupaten Ogan Ilir yang melaksanakan Salat Iduladha 1445 Hijriah ini, tampak begitu antusias menjalaninya.
Terbukti, sejak pagi tadi, ratusan jemaah tampak berbondong-bondong datang ke Masjid Sulthanan Nashiran yang terletak di Desa Tanjung Lubuk untuk mengikuti Salat Iduladha 1445 Hijriah.
Pelaksanaan Salat Iduladha 1445 Hijriah di Masjid Sulthanan Nashiran Desa Tanjung Lubuk Kecamatan Indralaya Selatan Kabupaten Ogan Ilir ini, bertindak sebagai imam dan khotib adalah Ustadz Mahmud Jamhur, Anggota Komisi Informatika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Selatan.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Sulthanan Nashiran Desa Tanjung Lubuk, Sheh Muhammad menyebut, bahwa pelaksanaan Salat Iduladha ini dilakukan berdasarkan rukyatul hilal Mekkah.
“Kita mengikuti rukyatul hilal Mekkah,” ujarnya.
Sebagaimana telah diberitakan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama telah menetapkan bahwa Iduladha 1445 H tahun 2024 ini jatuh pada hari Senin, 17 Juni 2024.
Bila Iduladha adalah 10 Dzulhijjah, maka 9 Dzulhijjah-nya atau Hari Arafah, hari dimana jemaah haji wukuf di Arafah, dengan ketentuan ini mestinya akan jatuh sehari sebelumnya, yakni 16 Juni 2024.
Sementara, pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengumumkan bahwa 1 Dzulhijjah jatuh bertepatan dengan tanggal 7 Juni 2024, maka Wukuf atau Hari Arafah (9 Dzulhijjah) jatuh pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Dengan demikian Iduladha (10 Dzulhijjah) jatuh pada hari Minggu, 16 Juni 2024, bukan hari Senin, 17 Juni seperti ketetapan pemerintah Indonesia.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka:
1. Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jamaah haji di Tanah Suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah. (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Baihaqi, ad-Daruquthni, Ahmad, dan al-Hakim)
Juga sabda beliau: Hari Raya Idul Fitri kalian adalah hari ketika kalian berbuka (usai puasa Ramadhan), dan Hari Raya Idul Adha kalian adalah hari ketika kalian menyembelih kurban, sedangkan Hari Arafah adalah hari ketika kalian (jamaah haji) berkumpul di Arafah. (HR as-Syafii dari ‘Aisyah, dalam al-Umm, juz I, hal. 230).
Maka mestinya, umat Islam di seluruh dunia yang tidak sedang menunaikan ibadah haji menjadikan penentuan hari Arafah di tanah suci sebagai pedoman. Bukan berjalan sendiri-sendiri seperti sekarang ini.
Apalagi Nabi Muhammad juga telah menegaskan hal itu. Dalam hadits yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali berkata, bahwa Amir Makkah pernah menyampaikan khutbah.
Kemudian berkata: Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni).
Hadits ini menjelaskan: Pertama, bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil ru’yat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adha-nya bisa ditetapkan.
Kedua, pesan Nabi kepada Amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan ibadah haji dilaksanakan, untuk melakukan ru’yat; jika tidak berhasil, maka digunakan hasil ru’yat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada Amir Makkah.
Ketiga, Berdasarkan ketentuan ru’yat global, yang dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini tidak sulit dilakukan, maka Amir Makkah berdasar informasi dari berbagai wilayah Islam dapat menentukan awal Dzulhijjah, Hari Arafah dan Idul Adha setiap tahunnya dengan akurat. Dengan cara seperti itu, kesatuan umat Islam, khususnya dalam ibadah haji dapat diwujudkan.
2. Menyerukan kepada seluruh umat Islam, khususnya di Indonesia agar kembali kepada ketentuan syariah, baik dalam melakukan puasa Arafah maupun Iduladha 1445 Hijriah, dengan merujuk pada ketentuan ru’yat untuk wuquf di Arafah, sebagaimana ketentuan hadits di atas.
Apalagi Konferensi Islam Internasional (OKII) dalam sidang tahunannya di Istanbul Turki pada tahun 1978, juga telah menyepakati untuk menjadikan Makkah Al-Mukarramah sebagai kiblat penentuan Hari Wukuf dan Idul Adha. Ketika itu, OKII menghimbau semua negara anggota, termasuk Indonesia, untuk memenuhi seruan ini.
3. Menyerukan kepada umat Islam di Indonesia khususnya untuk menarik pelajaran dari peristiwa ini, bahwa demikianlah keadaan umat bila tidak bersatu.
Umat akan terus berpecah belah dalam berbagai hal, termasuk dalam perkara ibadah. Pun begitu dalam berbagai perkara lain, seperti yang telihat pada tragedi Palestina, Rohingya, Uighur dan lainnya.
Bila keadaan ini terus berlangsung, bagaimana mungkin umat Islam akan mampu mewujudkan kerahmatan Islam yang telah dijanjikan Allah? Karena itu, perpecahan ini harus dihentikan.
Caranya, umat Islam harus bersungguh-sungguh, dengan segala daya dan upaya masing-masing, untuk berjuang bagi tegaknya kembali Khilafah Islam.
Karena hanya khalifah saja yang bisa menyatukan umat. Untuk perjuangan ini, kita dituntut untuk rela berkorban, sebagaimana pelajaran dari peristiwa besar yang selalu diingatkan kepada kita, yaitu kesediaan Nabi Ibrahim as. memenuhi perintah Allah mengorbankan putranya, Ismail as.
Keduanya, dengan penuh tawakal menunaikan perintah Allah SWT itu, meski untuk itu mereka harus mengorbankan sesuatu yang paling dicintai.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyeru kalian demi sesuatu yang dapat memberikan kehidupan kepada kalian. (QS al-Anfal: 24).
Editor : Admin