KORDANEWS – Pasar Modal Indonesia menyambut gembira program amnesti pajak yang saat ini tengah berlangsung dan juga siap menjadi garda terdepan dalam hal penyerapan dana repatriasi. Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak ingin kehilangan kesempatan berharga karena repatriasi dana Amnesti Pajak nantinya diharapkan akan mendorong peningkatan likuiditas di pasar, selain juga dapat memberikan alternatif investasi jangka panjang yang potensial bagi masyarakat.
“Dalam menjadi garda terdepan penyerapan dana repatriasi, nantinya dana tersebut dapat masuk ke pasar modal melalui 2 pintu yaitu manajer investasi (MI) melalui Kontrak Investasi Kolektif (KIK) atau Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) dan perantara pedagang efek (broker) melalui Perjanjian Persyaratan Pembukaan Rekening Dana Nasabah,” kata Kepala Komunikasi PT BEI, Dwi Shara Soekarno.
Sementara itu, dari sisi infrastruktur yang dimiliki oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sangat siap, dapat dilihat dari kapasitas perdagangan di Bursa Efek Indonesia saat ini mampu menampung order hingga 5 juta order, dengan 2,5 juta transaksi dan kecepatan proses mencapai 2500 order per detik.
Namun demikian kapasitas perdagangan di BEI tersebut baru terutilisasi sekitar 10% hingga saat ini. Sebagai informasi, kecepatan perputaran saham BEI saat ini hanya sebesar 21%. Jumlah tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan Thailand di kisaran 70%, Singapura 39%, dan Malaysia 30%. Artinya, pasar modal Indonesia tidak akan terguncang meskipun menerima dana besar dari repatriasi Amnesti Pajak karena masih mampu menyerap transaksi saham senilai Rp15 triliun per hari atau sekitar Rp300 triliun selama satu bulan. Hal ini tentunya menjadi potensi dan peluang yang sangat baik jika dana repatriasi berhasil masuk ke pasar saham.
Di sisi lain, BEI optimis program Amnesti Pajak yang dijalankan pemerintah kali ini akan lebih baik dibandingkan program insentif pajak yang telah beberapa kali dilakukan di Indonesia yakni Amnesti Pajak 1964, Amnesti Pajak 1984, dan Sunset Policy 2008. Optimisme tersebut didasarkan kepada adanya sanksi bagi para wajib pajak yang tidak melakukan Amnesti Pajak setelah program ini selesai yaitu akan diterapkannya Automatic Exchange of Information(AEOI), serta kebijakan kali ini akan didukung oleh dasar hukum yang lebih kuat dikarenakan berbentuk undang-undang yang disahkan oleh parlemen.
Seperti kita ketahui bersama, beberapa program insentif pajak yang sebelumnya telah dilaksanakan dianggap kurang berhasil dikarenakan beberapa hal, diantaranya dasar hukum yang kurang kuat, tidak adanya sanksi terhadap penghindar pajak, kurangnya sosialisasi, dan lainnya. Untuk itu, dalam rangka menyukseskan program Amnesti Pajak, perlu dilakukan publikasi atau pemasaran yang masif, melakukan pendekatan sosiologis ke wajib pajak, kerahasiaan terkait penggunaan informasi yang wajib pajak deklarasikan, tarif tebusan yang rendah, dan sanksi keras bagi wajib pajak yang tidak patuh. (yda)
EDITOR : AWAN