Home Budaya Budaya Sambut Bulan Puasa Di Nusantara

Budaya Sambut Bulan Puasa Di Nusantara

KORDANEWS – Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinanti-nantikan oleh seluruh umat Muslim di penjuruh dunia. Walaupun harus berpuasa selama sebulan penuh, namun jelang bulan Ramadhan ada begitu banyak tradisi unik di beberapa daerah di indonesiai.Kali ini Kordanews ingin mengajak pembaca melihat tradisi unik jelang Ramadhan tersebut.

Meugang

Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Menyembelih kurban berupa kambing atau sapi di tradisi Meugang atau Makmeugang dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri.

Sapi dan kambing yang disembelih berjumlah ratusan. Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek. Tradisi Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramadhan atau hari raya. Biasanya, masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu dibawa ke masjid untuk dimakan bersama tetangga dan warga lain.Masyarakat Aceh percaya bahwa nafkah yang dicari selama 11 bulan wajib disyukuri dalam bentuk tradisi Meugang.

Balimau

Balimau adalah tradisi mandi menggunakan jeruk nipis yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau yang biasanya dilakukan pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian. Diwariskan secara turun temurun, tradisi ini dipercaya telah berlangsung selama berabad-abad. Latar belakang dari Balimau adalah membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadhan, sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa.

Secara lahir, mensucikan diri adalah mandi yang bersih. Zaman dahulu tidak setiap orang bisa mandi dengan bersih karena nggak ada sabun, banyak wilayah kekurangan air, sibuk bekerja, dan lain-lain. Saat itu, pengganti sabun di beberapa wilayah di Minangkabau adalah limau (jeruk nipis) karena bisa melarutkan minyak atau keringat di badan.

Ziarah Kubro

Ziarah kubro merupakan tradisi masyarakat Palembang, mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam seminggu menjelang Ramadhan. Ziarah kubro kali ini berlangsung tiga hari berturut-turut, biasa nya di mulai Jumat hingga Minggu . Jemaah melakukan kegiatan sehabis shalat Subuh hingga malam hari. Makam yang dikunjungi, antara lain, kompleks pemakaman Al-Habib Ahmad bin Syech Shabab, pemakaman Auliya dan Habaib Telaga Sewidak, makam Babus Salam As-Seggaf, dan berakhir di pemakaman Kesultanan Palembang Darussalam Kawah Tengkurep. Tradisi ini diyakini hanya ada di Palembang dan tidak ada di daerah lain.

Mungguhan

Mungguhan adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang sunda dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Biasanya tradisi ini dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat walaupun dengan cara yang berbeda-beda.Salah satu nya dengan berkumpul bagi seluruh anggota keluarga, sahabat dan bahkan juga teman-teman untuk saling bermaaf-maafan sambil menikmati sajian makanan khas,untuk kemudian mempersiapkan diri masing-masing dalam menghadapi bulan Ramadhan yang akan datang. Tetapi intinya tetap satu, yaitu berkumpul bersama sambil menikmati sajian makanan yang disuguhkan.Inilah tradisi yang biasa dilakukan ditengah masyarakat sunda pada umumnya yang secara turun temurun terus dipertahankan oleh setiap generasi berikutnya.

Nyorog

Di Betawi, tradisi Nyorog atau membagi-bagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua, seperti Kakek/nenek,Ayah/Ibu,Mertua, Paman, menjadi sebuah tradisi yang sejak lama dilakukan sebelum datangnya bulan Ramadhan di masyarakat betawi khusus nya. Meski istilah “Nyorog”nya sudah mulai menghilang, namun kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada di dalam masyarakat Betawi. Bingkisan tersebut biasanya berisi bahan makanan mentah, ada juga yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan lainnya.

Biasa nya di masyarakat Betawi Nyorog memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan, bahwa bulan suci Ramadhan akan segera datang,dan tradisi Nyorog juga sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga

Gebyar Ki Aji Tunggal

Gebyar Ki Aji Tunggal adalah tradisi perarakan (karnaval) masyarakat Desa Karangaji, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang diselenggarakan dalam rangka penyambutan bulan Ramadhan. Selain bertujuan untuk syiar, kegiatan Gebyar Ki Aji Tunggal ini juga dilakukan untuk mengingatkan masyarkarat Desa Karangaji agar melakukan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, seperti menjaga diri dari maksiat dan meningkatkan amal ibadah. Karnaval ini juga bertujuan sebagai ajang silaturahim dan ungkapan rasa syukur atas jasa pendahulu yang mampu memberikan nilai-nilai kehidupan.

Megibung

Setelah upacara adat selesai, beberapa kelompok orang duduk bersila dan membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran terhidang gundukan nasi beserta lauk-pauk di atas nampan. Mereka makan sesuap demi sesuap dengan tertib. Acara makan diselingi obrolan ringan. Budaya makan ini berasal dari Karangasem, Bali yang disebut Megibung.

Hingga saat ini tradisi Megibung masih dilaksanakan di Karangasem dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat, terutama kaum Muslim saat bulan Ramadhan. Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok disebut satu sela. Pada jaman dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu sela bisa dinikmati kurang dari delapan orang, seperti 4-7 orang.

Kirab Dhandhangan

Kirab Dhandhangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan masjid Al Aqsha atau yang kini lebih popular disebut Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, beduk di Masjid Menara Kudus ditabuh hingga mengeluarkan bunyi ‘dang… dang… dang’. Nah, dari suara beduk itulah, istilah Dhandhangan lahir.

Karena banyaknya orang berkumpul, tradisi Dhandhangan kemudian nggak hanya sekadar mendengarkan informasi resmi dari Masjid Menara Kudus, tapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di lokasi itu. Makin lama, Dhandhangan nggak hanya sehari menjelang puasa, tapi dimulai sekitar dua minggu sebelum puasa dan berakhir pada malam hari menjelang sahur pertama.(Ist)

Editor : J.Wick

 

Tirto.ID
Loading...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here