KORDANEWS -Presisi adalah kata yang tepat untuk menggambarkan film Spider-Man: Far From Home sebagai akhir dari fase ketiga Marvel Cinematic Universe. Dari awal sampai akhir cerita film ini kental berkaitan dengan film-film Marvel Cinematic Universe (MCU) sebelumnya dan tidak terasa dipaksakan.
Film yang disutradarai sutradara Jon Watts ini bercerita tentang kehidupan Peter Parker (Tom Holland) alias Spider-Man setelah bertarung dalam Avengers: Endgame. Ia menjalani hidup dalam kesedihan karena kehilangan sang mentor, Tony Stark alias Iron Man.
Parker masih muda. Ia tidak ingin dan tidak bisa menjadi pahlawan super sepenuhnya lantaran masih sekolah. Bahkan ia tidak membawa kostum Spider-Man saat karya wisata ke Eropa selama dua pekan bersama teman-teman sekolahnya.
Cerita mulai menarik ketika Parker sampai ke Eropa, terdapat sejumlah adegan yang berkaitan dengan film MCU. Seperti ketika Nick Fury (Samuel L. Jackson) dan Maria Hill (Cobie Smulders) muncul, pada adegan tersebut dijelaskan seperti apa sepak terjang mereka berdua.
Pun begitu dengan adegan yang menampilkan Peter sedang berbincang bersama Nick dan Quentin Beck alias Mysterio (Jake Gyllenhaal). Peter menolak melawan penjahat karena sebagai pahlawan, ia tidak merasa terlalu kuat. Sebaliknya dengan anggapan Fury yang mengetahui Spider-Man pernah ke luar angkasa.
Spider-Man memang ke luar angkasa secara tidak sengaja saat berusaha menolong Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) dalam Avengers: Infinity War (2018). Saat itu, ia sempat kehabisan oksigen. Di momen tersebut, Iron Man memberinya kostum baru yang menyelamatkan nyawanya dan membuatnya sanggup bertarung di Planet Titan.
Penonton yang tidak menonton film-film MCU sebelum ini kemungkinan besar tidak akan mengerti pernyataan Fury. Akan lebih baik menuntaskan rangkaian film MCU terdahulu agar memahami dan mengerti alur cerita Spider-Man: Far From Home.
Bukan sekadar berkaitan dengan dua film terakhir Avengers, Spider-Man: Far From Home juga berkaitan dengan film-film awal MCU. Salah satunya adalah film Iron Man (2008) yang dibuat sebagai gerbang MCU. Hal itu wajar mengingat Peter memang dekat dengan Tony.
Banyak adegan dalam karya ke-23 semesta Marvel ini yang sangat berkaitan dengan film-film MCU lain. Sekali lagi, akan lebih baik menambah wawasan dengan menonton film-film MCU sebelum menonton Spider-Man: Far From Home.
Meski berkaitan dengan banyak film MCU, alur cerita film berdurasi 129 menit ini tidak terasa memaksakan. Cerita Spider-Man: Far From Home benar-benar dipikirkan matang dan ditulis secara presisi sehingga tidak terasa ada yang bolong.
Di sisi lain, terdapat pula beberapa adegan yang memberi kisi-kisi mengenai MCU setelah Avengers: Endgame. Yang pasti, masih banyak karakter yang bisa diadaptasi Marvel Studios untuk menjadi film.
Kisah masa lalu yang diambil dari film-film terdahulu MCU berhasil dijahit sempurna dengan cerita masa kini, tidak ada yang lebih atau kurang. Penulis naskah Chris McKenna layak mendapat apresiasi, ia berhasil mengerjakan tugasnya dengan sangat cermat.
Soal akting, sudah tidak perlu diragukan lagi. Rasa bahagia, sedih, kecewa dan malu-malu berhasil diperlihatkan dengan baik oleh Holland. Pun begitu dengan Zendaya yang berperan sebagai MJ dan Jacob Batalon yang berperan sebagai Ned Leeds.
Satu-satunya kekurangan dalam film ini adalah efek visual yang kurang memuaskan. Kurang lebih 50 persen adegan yang menggunakan efek visual terlihat buruk dan sedikit mengganggu mata. Harusnya masalah seperti ini tidak ada untuk film sekelas Spider-Man.
Seperti film-film MCU kebanyakan, Spider-Man: Far From Home mengandung dua cuplikan paska kredit. Perhatikan dengan baik dua cuplikan tersebut karena sangat sayang bila terlewatkan.
Editor :John.W