“Dia [Sondland] kemudian menyentuh wajah saya dan langsung mencium saya,” kata Vogel.
Vogel menuturkan ia menolak kontak fisik Sondland dan langsung pergi meninggalkan kamar. Tak berapa lama dari kejadian itu, Vogel mengaku menerima surat elektronik dari Sondland berisikan penolakan konglomerat itu untuk mendanai proyeknya.
Vogel merupakan pemilik Portland Monthly. Demi mengurangi konflik kepentingan, majalah itu bekerja sama dengan ProPublica, sebuah kelompok berita nirlaba yang terkenal dengan investigasinya, dalam mengulik isu ini.
Melalui pernyataan, Sondland membantah semua tuduhan pelecehan itu dan menuding Vogel sebagai “jurnalis curang” yang marah karena ia tidak jadi berinvestasi di Portland Monthly.
“Klaim yang tidak benar tentang sentuhan dan ciuman ini dibuat-buat. Saya percaya ini dikoordinasikan untuk tujuan politik,” kata Sondland seperti dikutip AFP.
“Mereka sebenarnya tidak memiliki dasar dan saya dengan tegas menyangkal mereka,” ujarnya menambahkan.
Pengacara Sondland bahkan menganggap kemunculan artikel itu dimaksudkan untuk merusak kredibilitas sang duta besar dalam menjadi saksi Trump di penyelidikan pemakzulan.
Sondland memang dikenal dekat dengan Trump. Ia menyumbang 1 juta dolar untuk pelantikan sang presiden. Tak lama setelah itu, Sondland ditunjuk Trump untuk menjadi dubes AS untuk Uni Eropa.
Terlepas dari kedekatan dan dukungannya terhadap Trump, Sondland sudah bersaksi di bawah sumpah di depan Kongres terkait penyelidikan pemakzulan sang presiden.
Dalam kesaksiannya, Sondland mengaku mengikuti perintah Trump untuk menuntut Ukraina menyelidiki keluarga Joe Biden terkait dugaan korupsi. Biden merupakan saingan Trump di pemilihan umum 2020 mendatang.
Editor :John.W













