KORDANEWS – Sebuah momen bersejarah terjadi di dunia pertambangan Indonesia. Presiden Prabowo Subianto menyaksikan langsung penyerahan aset rampasan negara senilai Rp7 triliun kepada PT Timah Tbk., sebagai bagian dari upaya besar pemerintah untuk memulihkan kerugian negara akibat praktik tambang ilegal yang mencapai Rp300 triliun.
Acara megah tersebut digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Prosesi penyerahan dilakukan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung kepada Wakil Menteri Keuangan, kemudian diteruskan ke CEO Danantara, dan akhirnya ke Direktur Utama PT Timah Tbk. Presiden Prabowo hadir untuk memastikan seluruh proses berjalan transparan dan tegas sesuai hukum.
Aset Rampasan Capai Rp7 Triliun
Presiden Prabowo menegaskan bahwa total nilai aset yang berhasil diserahkan berkisar antara Rp6 hingga Rp7 triliun. Namun, angka ini belum termasuk nilai tanah jarang (rare earth/monasit) yang masih dalam proses penguraian, yang nilainya bisa melonjak hingga ratusan ribu dolar per ton.
“Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati enam sampai tujuh triliun. Tapi tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya lebih besar, sangat besar. Monasit itu satu ton bisa ratusan ribu dolar,” jelas Presiden Prabowo.
Rincian aset rampasan yang diserahkan meliputi:
- 108 unit alat berat
- 99,04 ton produk kristal Sn (cristalyzer)
- 94,47 ton crude tin dalam 112 balok
- 680.687,6 kilogram logam timah
- 53 unit kendaraan
- 22 bidang tanah seluas 238.848 meter persegi
- 195 unit alat pertambangan
- 6 unit smelter
- Uang tunai Rp202 miliar dan sejumlah mata uang asing (USD, JPY, SGD, EUR, KRW, AUD)
Kerugian Negara Capai Rp300 Triliun
Prabowo tidak menutup mata terhadap besarnya kerugian negara akibat tambang ilegal. Ia menyebut bahwa praktik tersebut telah merugikan negara hingga Rp300 triliun, menggambarkan betapa parahnya kebocoran kekayaan nasional selama ini.
“Kita bisa bayangkan, kerugian negara dari enam perusahaan ini saja total 300 triliun. Kerugian negara sudah berjalan 300 triliun — ini kita hentikan,” tegas Presiden.
Menurutnya, tindakan ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan nasional atas sumber daya alam strategis seperti timah dan tanah jarang.
Dampak Positif untuk Ekonomi dan Lingkungan













