KORDANEWS – Dora the Explorer sempat menemani dan menghibur anak-anak Indonesia lewat kartun petualangan bergaya interaktif pada awal 2000-an. Bagaimana dia bersama kera peliharaannya, Boots, gemar menjelajahi hutan, memecahkan ragam teka-teki, melawan rubah pencuri, hingga berkawan dengan para binatang.
Tak luput, ransel ungu berisi ragam peralatan penuh manfaat, lengkap dengan peta yang memandunya saat bertualang.
Kini, seiring berjalan waktu, Dora dikisahkan telah tumbuh sebagai remaja berusia 16 tahun, seorang pelajar yang duduk di bangku SMA.
Sekilas gambaran itu menjadi awal cerita sang bocah dengan potongan rambut ‘bob’ yang kemudian diadaptasi dalam film petualangan berjudul Dora and the Lost City of Gold.
Film yang berada di bawah arahan James Bobin, sebelumnya menggarap film versi live-action Alice Through the Looking Glass dan The Muppets, ini disuguhkan sebagaimana Dora yang dikenal melalui serial kartunnya. Referensi yang digunakan Bobin pun banyak mengambil dari sumber yang sama.
Tokoh Boots, Swiper sang pencuri, kostum ‘wajib’ Dora berupa kaus warna ungu dan celana pendek oranye, ikut menjadi bagian. Lagu tema Dora the Explorer pun masih mengiring untuk membangkitkan nostalgia.
Dora dikisahkan menghabiskan sebagian besar usia dengan tinggal di hutan bersama kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai penjelajah. Di masa kecil, ia gemar berimajinasi bersama sepupunya Diego untuk bertualang menembus hutan belantara.
Namun, keduanya lantas tumbuh terpisah. Menginjak remaja, Dora (diperankan Isabela Moner) masih dengan dunia imajinasi tentang petualangan dan mendapatkan bimbingan pendidikan hanya dari orang tua, sedangkan Diego (Jeff Wahlberg) tumbuh di kota sebagai remaja yang mengikuti sekolah konvensional.
Dora yang tumbuh dewasa di hutan terpaksa pindah ke kota karena ayah dan ibunya, Cole (Michael Pena) dan Elena (Eva Longoria) ingin memecahkan misteri kota emas yang hilang. Kota tersebut bernama Parapata. Oleh orang tuanya, Dora dititipkan untuk tinggal bersama Diego dan bersekolah di sekolah umum. Ia harus belajar berinteraksi dengan dunia luar.
Alur demi alur cukup mudah ditebak. Dari sorot mata Diego, terlihat kedatangan Dora ke kota bagai sebuah petaka. Dia malu dengan sikap Dora yang masih membawa kebiasaan selama tinggal di hutan, hal yang kemudian dianggap norak dan berbeda oleh anak-anak seusianya. Kedatangan Dora pun membuat Diego dijauhi teman-teman.













