Pada umumnya perilaku delinquen (kenakalan) anak, dimaknai sebagai suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma itu, disebut pula sebagai anak cacat secara sosial, selanjutnya oleh masyarakat kenakalan itu diidentikkan dengan kejahatan. Terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan kenakalan dikatakan sebagai penjahat.
Oleh karena itu dalam menghadapi masalah kenakalan anak, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan perkembangan perilaku anak tersebut.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 1 Ayat (3) menjelaskan bahwa Anak Berkonflik Dengan Hukum (ABH) adalah anak berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dengan demikian umur 12 tahun anak tersebut menjadi ambang batas anak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan untuk anak yang berada umur dibawah 12 tahun tidak dapat dikenai pidana, namun hanya dapat diberikan tindakan sesuai dengan Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Anak yang berkonflik dengan hukum membutuhkan perlindungan hukum khusus yang berbeda dari pelaku orang dewasa dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang. Perlindungan hukum anak diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan kesejahteraannya.
Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.
Tujuan perlindungan anak menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Negara sebagai tempat berlindung bagi warganya harus menjamin dan memberikan regulasi jaminan perlindungan bagi anak. Anak adalah generasi penerus bangsa yang walaupun pernah melakukan tindak pidana tetap dipertimbangkan masa depannya.
Pentingnya memenuhi hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana bukan semata tujuan pembenaran kejahatan yang telah dilakukannya, namun lebih daripada itu tujuan utama dari pemidanaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah pembimbingan agar masa depannya dapat diselamatkan dan menjadi manusia yang lebih baik.













