Home Entertainment Jurusan Favorit yang Tertelan Era Digital

Jurusan Favorit yang Tertelan Era Digital

KORDANEWS – Sekitar 10 tahun—15 tahun lalu, sejumlah program studi (prodi) seperti perbankan, pariwisata, sekretaris, dan kebidanan menjadi favorit para calon mahasiswa perguruan tinggi.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, minat mahasiswa untuk mengenyam pendidikan di sejumlah prodi itu menurun dratis. Bahkan, tidak sedikit perguruan tinggi yang memiliki prodi tersebut lantas menutupnya dan mengganti dengan prodi lainnya.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTSI) Budi Djatmiko mengatakan sejak datangnya era digitalisasi pada awal 2000, mulai terjadi penurunan minat mahasiswa untuk prodi tertentu. Saat ini, jumlah calon mahasiswa yang khususnya untuk jurusan perbankan, mulai berkurang sekitar 2% hingga 3%. Ada pula sejumlah prodi perbankan yang ditutup karena tak memiliki mahasiswa.(Bisnis Indonesia)

Hal yang sama juga terjadi di prodi pariwisata. Sebelum meledaknya bisnis agen perjalanan daring seperti Traveloka, Booking.com, dan lain sebagainya, banyak calon mahasiswa yang ingin mengeyam pendidikan di sektor pariwisata. Namun, kini hanya sekitar 5% dari total calon mahasiswa yang meminati prodi itu.

“Sekarang, orang mau berpelesir, pesan [tiket] pesawat dan hotelnya di online travel agent. Sampai sana, bisa searching [destinasi] wisatanya dengan Google. Kalau bingung bahasanya, bisa pakai Google Talk Translate pakai bahasa Indonesia, lalu keluar terjemahannya dalam bahasa Jepang. Profesi tour guide susah sekarang. Pendidikan kepariwisataan juga sepi,” tuturnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Zaman yang serba efisien ini juga menggantikan peran sekretaris. Dengan ponsel pintar, setiap orang bisa membuat notula dan jadwalnya masing-masing. Hal ini juga menjadi penyebab prodi sekretaris saat ini sepi peminat dan turun sekitar 85% dibandingkan dengan 3 tahun lalu yang peminatnya mencapai 90%.

Dalam 2 tahun terakhir, menurutnya, ada sekitar lebih dari 300 prodi ditutup oleh perguruan tinggi karena sudah tak sesuai lagi dengan perubahan zaman dan tak lagi memiliki mahasiswa.

“Prodi ilmu komunikasi untuk jurusan tertentu seperti jurnalistik dan sutradara sepi peminat sekarang, karena tiap orang bisa jadi penulis dan nge-post, bisa bikin film tanpa harus belajar secara formal.”

LARIS MANIS

Kendati demikian, masih ada sejumlah program studi yang laris manis diburu calon mahasiswa seperti teknik informatika, teknik mesin, akuntansi dan ekonomi. Meskipun saat ini sudah ada aplikasi digital akuntansi yang dapat digunakan pengusaha, keputusan bisnis tetap berada di tangan manusia sehingga prodi akuntansi dan ekonomi diminati.

Ke depan, Budi memperkirakan prodi yang hilang yakni studi teoritis, administasi negara, administasi bisnis, manajemen, ilmu sosial, dan ilmu ke pemerintahan. Pihaknya pun tak memungkiri, perubahan prodi perguruan tinggi di Tanah Air berjalan lambat karena perubahan itu semestinya dilakukan dan sudah diantisipasi sejak 10 tahun lalu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menuturkan memang dalam era Revolusi Industri 4.0, tak hanya kompetensi tenaga kerja saja yang disiapkan, tetapi juga dunia pendidikan.

“Sumbernya ini, perguruan tinggi juga harus ikut berubah. Prodi yang tak sesuai diganti dengan yang dibutuhkan ke depan sehingga lulusan perguruan tinggi terserap industri. Selama ini kan serapan tenaga kerja dari perguruan tinggi hanya sedikit sekali,” katanya.

Menurutnya, antara pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu duduk bersama untuk membahas kualitas sumber daya manusia seperti apa yang dibutuhkan industri ke depan.

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar tak memungkiri bahwa Revolusi Industri 4.0 telah memengaruhi kinerja dan daya tarik banyak prodi di perguruan tinggi di Indonesia.

“Kami sedang melakukan studi dengan lebih baik. Namun, karena perguruan tinggi juga telah merespons hal ini sejak awal, maka prodi-prodi yang ada pun telah menyesuiakan dengan kebutuhan baru,” ucapnya.

Untuk itu, Kemenristekdikti pun telah meminta perguruan tinggi di Tanah Air untuk merespons kondisi saat ini dengan mengintegrasikan tiga literasi baru yakni literasi data, teknologi, dan humaniora.

“Saat ini perguruan tinggi dengan cepat berubah, tanggap dengan kondisi zaman yang ada. Prodi harus selalu relevan. Dalam 2 bulan terakhir pada 2019 ini saja ada 150-an usulan prodi baru. Ini tengah diproses di Dirjen Kelembagaan proses online dan cepat,” katanya.

Dalam mengusulkan prodi baru terdapat tiga hal yang dinilai, yakni kesesuaian dosen, sarana prasarana yang mendukung, dan kurikulum. Proses pengajuan prodi baru membutuhkan waktu 15 hari kerja sampai penerbitan surat keputusan bahwa prodi tersebut telah disetujui.

Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menambahkan, ke depannya industri akan makin banyak membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang menguasai teknologi informasi.

“Ini bukan hanya menutupi kebutuhan dunia industri, melainkan untuk memenuhi perilaku generasi milenial yang berubah di dunia kerja saat ini.”

Oleh sebab itu, Kemenristekdikti mendorong semua perguruan tinggi mengembangkan jurusan di bidang sains dan teknologi khususnya bidang informatika.

Selain itu, sebutnya, teknologi kebencanaan, kemaritiman, pangan dan pertanian, dan nano teknologi juga diperlukan untuk dikembangkan di perguruan-peruguran tinggi Tanah Air. Dengan demikian, perguruan tinggi harus digerakkan untuk terus berinovasi sesuai perkembangan zaman. Jangan sampai perguruan mereka tidak mau berkembang karena asyik dengan dunianya sendiri.

Sebab, tantangan ke depan pada era automasi dan digitalisasi akan bergerak lebih cepat lagi dari yang dibayangkan banyak orang.(Ist)

Editor :J.Wick

Tirto.ID
Loading...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here