Jakarta – Hari ini DPR akan menggelar Sidang Paripurna yang salah satunya menjadikan Perppu No 1/2016 tentang Perlindungan Anak, atau yang lebih dikenal dengan nama Perppu Kebiri, menjadi undang-undang. Dalam Perppu itu tercantum hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak berupa kebiri kimiawi.
“Menurut kami ada yang belum tuntas pembahasannya. Seharusnya ada pembicaraan lebih lanjut lagi sebelum ini dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi Undang-Undang,” kata anggota Komisi VIII dari F-PKS Ledia Hanifah saat dikonfirmasi, Selasa (23/8/2016).
PKS menjadi salah satu dari tiga fraksi yang belum menyatakan pendapat dalam rapat pengambilan keputusan terkait Perppu ini di Komisi VIII. Ada pun dua fraksi lainnya adalah Gerindra dan Demokrat.
Menurut Ledia seharusnya Perppu Kebiri dijalankan terlebih dulu, baru kemudian dievaluasi. Sehingga bila ada kekurangan, barulah nanti dibahas di DPR untuk dipertimbangkan menjadi undang-undang atau tidak.
“Contoh misalnya dalam hukuman tambahan kan ada hukuman mati, seumur hidup, sampai dengan kebiri. Nah, untuk menentukan hukuman itu kan apabila terjadi kerusakan organ reproduksi pada korban, penyakit kelamin, atau gangguan jiwa pada korban,” papar Ledia.
Untuk mengetahui dampak-dampak itu pada korban, menurut Ledia, tidak bisa dilakukan saat itu juga. Ada proses beberapa bulan sampai gejala-gejala itu muncul.
“Jadi kalau semisal saat sidang belum terlihat gejalanya, berarti si pelaku lepas dong dari hukuman tambahan?” imbuh Ledia.
Sementara itu latar belakang diterbitkannya Perppu No 1/2016 oleh Presiden Jokowi adalah karena maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak. Kasus ini dianggap bisa merusak generasi bangsa dan berdampak panjang bagi korban.
Pembahasan soal hukuman tambahan berupa kebiri sudah dilakukan sejak tahun lalu oleh pemerintah dan melibatkan KPAI. Kini Perppu tersebut akan diundangkan.